Rekontruksi Sosial Dalam Pendidikan di Indonesia

Para Pemikir Kebajikan
Para pemikir kebajikan disini seperti Socrates, Plato, Pestalozzi dan Ki Hadjar Dewantara sependapat bahwa yang namanya pendidik melalui pendidikan itu harus bisa mengembangkan potensi dasar yang telah ada dalam diri siswa sebagai calon anggota masyarakat nantinya. Sehingga menurut Socrates peran Pendidik itu sangat penting untuk mendorong siswa menggali lebih dalam makna kehidupan, kebenaran, dan keadilan, agar siswa terstimulasi untuk menemukan pengetahuan atau kebajikan yang sudah ada dalam pikirannya. Sedangkan Plato juga percaya kalau melalui pendidikan, jiwa yang sudah terbentuk sebelum kelahiran akan terbuka menuju kesadaran untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan dan moral. Berkaitan dengan moral, Pestalozzi berpendapat bahwa Moral State akan terwujud apabila pendidikan mampu mengeliminasi animal nature dalam diri siswa. Oleh karena itulah tidak salah jika Ki Hadjar beranggapan kalau Pendidikan itu adalah pembudayaan buah budi (moral) manusia yang beradab, berkaitan dengan usaha manusia untuk memerdekakan batin dan lahir.

Antropologi Tentang Manusia Menurut Pestalozzi
Pestalozzi berpendapat Sifat manusia itu tidaklah sama, ada tensi dan kontradiksi didalamnya. Sifat ini memiliki dua sisi yaitu Sensual nature terdiri dari insting dasar yang secara umum dimiliki manusia dan hewan dan Higher Nature yang membuat manusia berada diatas biantang untuk mewujudkan kesempurnaan diri. Animal nature dan higher nature saling berhubungan, dimana higher nature meluruskan dan mengendalikan sifat alami kebinatangan. Dengan demikian menjadi tugas pendidikan, untuk sebisa mungkin menaikkan higher nature dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi agar mampu mengendalikan atau mengeliminasi secara alami animal nature. Proses di atas meluruskan tiga tahap pengembangan yaitu dari natural state ke social state ke moral state. Di dalam tahap natural state, sifat kebinatangan lebih mendominasi. Hal ini dikarenakan higher nature ini bersifat tidak aktif, seperti bibit yang perlu ditumbuhkan. Misalnya keingintahuan sebagai contoh adalah bagian dari animal nature, tetapi dalam higher nature hal itu bisa berkembang menjadi ketertarikan yang sesungguhnya mengenai kebenaran. Oleh karena itulah guru sebagai pendidik di sekolah tidak hanya mampu menumbuhkan keingintahuan peserta didik, tetapi juga dapat membimbing dan mengarahkan keingintahuan tersebut kearah kebenaran.

Social Reconstructionism Dalam Pendidikan
Peran pendidik sangat sentral dalam merekontruksi dan melindungi masyarakat dari self destruction. Hal ini karena pendidik secara tidak langsung memiliki tugas menyiapkan siswa nantinya untuk menjadi bagian dari anggota yang baik dalam masyarakat. Menurut Freire manusia berbeda dari binatang karena manusia bukan hanya di dunia tetapi berinteraksi bersama dunia. Dalam hal ini, Freire membedakan antara integrasi dan adaptasi. Seseorang dikatakan tidak lagi terintegrasi bila dia sudah tidak mampu membuat keputusan sendiri dan keputusannya bukan lagi miliknya karena resep dari luar. Bila itu ditunjukkan oleh manusia maka itu adalah simptomatik (gejala) dehumanisi (penghilangan harkat manusia) diri manusia itu. Oleh karena itulah anggota masyarakat yang baik disini tidak hanya patuh dan mengikuti peraturan saja, tetapi mampu mempengaruhi perubahan kebijakan kearah yang lebih baik. Dengan demikian melalui pendidikan, akan mampu mencetak generasi-generasi yang bisa mewujudkan masyarakat yang diharapkan. Dalam konteks Pembangunan Bangsa Indonesia, maka output Pendidikan oleh pendidik adalah membentuk karakter bangsa sesuai dengan cita-cita dan jiwa serta pandangan hidup bangsa.

Pandangan Kritis Terhadap Multicultural Education, Dari Perspektif Pendidikan di Indonesia
Multicultural education menurut perspektif pendidikan di Indonesia yang didasari teori integralistik, bahwa setiap anak Indonesia tidak peduli dari daerah mana, budaya apa, apapun latar belakangnya semua mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama untuk belajar di sekolah. Multicultural education lahir di Amerika karena tuntutan atas persamaan hak yang dilatarbelakangi realitas sosial masyarakat, pengaruh budaya dan etnis serta untuk mewujudkan pengajaran dan pembelajaran yang efektif. Menurut Banks & Banks, multicultural education memiliki tiga hal, yaitu gagasan atau konsep, gerakan reformasi pendidikan, dan sebuah proses. Oleh karena itulah jika dikaitkan dengan proses pembelajaran maka sebagai seorang pendidik yang baik tidak boleh mendiskriminasikan siswa, tetapi perlakukanlah mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan untuk mengembangkan potensi alamiahnya.

Social Reconstructionism, Tantangan Untuk Dunia Pendidikan Indonesia Saat Ini
Menurut Social Reconstruionism, sekolah sebagai lembaga sosial adalah tempat untuk mengembangkan daya kritis siswa untuk melihat masalah-maslah sosial disekitarnya. Oleh karena itu Social Reconstructionists percaya bahwa: 1. Pendidikan didisain untuk membangkitkan kesadaran siswa mengenai masalah-masalah sosial dilingkungannya dan terlibat secara aktif untuk ikut mencari jalan keluarnya. 2. Pendidikan didisain untuk membangkitkan kesadaran siswa agar siswa menjadi kritis dan bertanya mengenai status quo (keadaan tetap) dan untuk menginvestigasi isu-isu kontroversial di bidang agama, politk, ekonomi, pendidikan. 3. Sekolah sebagai agen sosial adlah lembaga dimana saran-saran baru untuk mengubah masyarakat didorong dan diutamakan bukan melulu sebagai sebuah latihan intelektual. Melalui pendidikan berdasarkan teori Social Reconstructianism diharapkan mampu untuk menjawab krisis kebangsaan yang terjadi di Indonesia dengan membangkitkan kesadaran dan peran aktif siswa terhadap masalah sosial yang terjadi. Oleh karena itulah selain melatih Intellectual capacity siswa, guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah juga harus mampu menumbuhkan Emotional dan Social Capacity, agar siswa bisa peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Paradigma Pendidikan Indonesia
Pengajaran dan Pendidikan Nasional harus selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa agar semangat cinta bangsa dan tanah air terpelihara. Dari situlah Trisakti menjadi haluan bagi pendidikan nasional karena hakekatnya adalah pemupukan rasa solidaritas bangsa, rasa kemandirian bangsa, rasa kebangsaan bangsa dalam segala keragaman dalam semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Ada tiga tahap tujuan pendidikan, yaitu hamemayu hayuning sarira (pendidikan harus bermanfaat bagi dirina sendiri dan keluarga), hamemayu hayuning bongso(pendidikan harus bermanfaat bagi bangsanya}, hamemayu hayuning bawana{pendidikan harus bermanfaat bagi dunia}. Pendidikan Indonesia adalah usaha untuk memerdekakan lahir dan batin sehingga manusia tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Demikian pula Ki Hadjar yang menekankan agar pendidikan perlu memperhatikan kemerdekaan peserta didik. Oleh karena itulah guru sebaiknya memberikan kebebasan siswa untuk bereksplorasi, jangan hanya terpaku pada target pembelajaran yang justru membatasi keingintahuan siswa untuk berkembang.

Masalah Pendidikan Indonesia : Gambaran Umum
Pendidikan adalah means and ends yang menghadirkan the social agent of change guna memperbaiki paradaban. Pendidikan tidak akan pernah lepas dari berbagai masalah sosial dan ekonomi, yaitu: Kependudukan, Angkatan Kerja, Pengangguran, Kemiskinan, Tindak Pidana. Dengan demikian perlu adanya pembangunan warga sejati melalui Pendidikan. Penggarapan sisi Intellectual, Affective, dan Psycho-motor jelas domain garapan Pendidikan. Maka, bagaimana menyiapkan anak bangsa agar semakin mengenali dirinya sendiri, semakin berguna bagi sesama, lingkungan, dan bangsanya. Oleh karena itu, strategi dan kebijakan di bidang pendidikan menjangkau tiga unsur utama, yaitu :
1. Perangkat keras, yaitu Sarana dan Prasarana Pendidikan
2. Perangkat Lunak, yaitu Isi Pendidikan yang menerjemahkan kehendak konstitusi, dimana jiwa bangsa, jati diri bangsa, dan watak bangsa itu disemai selama proses sejak pendidikan paling dini
3. Pendidik, yaitu Guru sebagai pendidik.
Pestalozzi memberi empat kemungkinan scenario yang mungkin terjadi dengan perkembangan masyarakat melalui pendidikan dengan mengeliminasi sensual nature sejak dini agar output sosial negatif tereliminasi.

Kesimpulan semua bacaan
1. Pendidik harus bisa mengembangkan potensi dasar yang telah ada dalam diri siswa.
2. Pendidik tidak hanya mampu menumbuhkan keingintahuan peserta didik, tetapi juga dapat membimbing dan mengarahkan keingintahuan tersebut kearah kebenaran.
3. Peran pendidik sangat sentral dalam merekontruksi dan melindungi masyarakat dari self destruction.
4. Pendidik yang baik tidak boleh mendiskriminasikan siswa, tetapi perlakukanlah mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan untuk mengembangkan potensi alamiahnya.
5. Selain melatih Intellectual capacity siswa, guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah juga harus mampu menumbuhkan Emotional dan Social Capacity, agar siswa bisa peduli dengan lingkungan sekitarnya.
6. Guru sebaiknya memberikan kebebasan siswa untuk bereksplorasi, jangan hanya terpaku pada target pembelajaran yang justru membatasi keingintahuan siswa untuk berkembang.

Refleksi :Jadi Guru sebagai pendidik selain harus cerdas agar bisa mengembangkan potensi dasar siswa, juga harus kreatif untuk bisa membimbing keingintahuan siswa. Keingintahuan itu timbul apabila guru memberi kemerdekaan siswa dalam menuntut ilmu. Ki Hadjar menekankan agar Pendidikan memperhatikan Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kemanusiaan, Kebudayaan, Kebangsaan. Oleh karena itulah agar bisa menciptakan generasi yang superior untuk merekontruksi dan melindungi masyarakat dari self destruction, guru harus bisa memproporsionalkan serta menerapkan empat hal yang dikemukakan Ki Hadjar di atas dalam pembelajaran. Sehingga outputnya, siswa tidak hanya pintar dari segi ilmu, tetapi juga kritis dan peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Referensi :
http://asiswanto.net/?page_id=351
http://asiswanto.net/?page_id=85
http://asiswanto.net/?page_id=308
http://asiswanto.net/?page_id=386
http://asiswanto.net/?page_id=202
http://asiswanto.net/?page_id=382
http://asiswanto.net/?page_id=590